Lompat ke isi utama

Berita

Bawaslu Bali Ungkap 6 Potensi Masalah Saat Pendaftaran Parpol Pemilu 2024

Bawaslu Bali Ungkap 6 Potensi Masalah Saat Pendaftaran Parpol Pemilu 2024

Bangli, Bawaslu Bali - Anggota Bawaslu Provinsi Bali I Ketut Rudia mengungkap sedikitnya ada delapan potensi masalah yang perlu diantisipasi selama proses pendaftaran Partai Politik calon Peserta Pemilu 2024, khususnya beberapa pasal yang ada pada PKPU Nomor 4 Tahun 2022. Dimana pendaftaran ini akan berlangsung dari tanggal 1 hingga 14 Agustus 2022.

Hal tersebut disampaikan Rudia dalam Rapat Sosialisasi Peraturan Bawaslu dan Produk Hukum Non Peraturan Bawaslu yang diselenggarakan oleh Bawaslu Kabupaten Bangli di Kantor Bawaslu setempat, Jumat (29/7).

"Pertama, terkait dengan ketentuan adanya salinan KTP-el dan KK untuk sinkronisasi data keanggotaan yang dinilai akan menimbulkan protes politik. Karena pada pasal 7 ayat (1) huruf f disebutkan kepengurusan partai politik hanya dibuktikan dengan kepemilikan KTA,"Kata Rudia

Potensi Permasalahan yang kedua, lanjut Rudia, adalah pada pasal 36 ayat (2) tentang data anggota Parpol yang dinyatakan tidak memenuhi syarat apabila ditemukan sebagai anggota TNI/Polri, ASN, Penyelenggara Pemilu, Kepala Desa dan Pejabat lainya yang dilarang oleh peraturan. 

"Artinya penulisan pejabat lainnya disini masih rancu. Siapakah yang dimaksud sebagai pejabat lainnya yang dilarang oleh peraturan?. Tentu ini akan menimbulkan masalah nantinya,"ujarnya

Selanjutnya yang ke tiga adalah pada Pasal 38 ayat (2) tentang keanggotaan Partai Politik yang dinyatakan belum memenuhi syarat dapat menggunakan surat pernyataan keanggotaan Parpol mengenai status usia dan/perkawinan yang dilampiri bukti Akta Nikah. Permasalahannya adalah bagaimana dengan anggota yang menikah di bawah umur.

"Hal ini bertentangan dengan Pasal 7 ayat (1) UU 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Karena tidak mungkin keluar akta nikah jika di bawah umur,"kata Kordiv Hukum, Humas dan Datin itu.

Lalu yang ke empat adalah pada Pasal 39 ayat (1) dan (2) yang berkaitan dengan KPU Kabupaten/Kota yang dapat meminta Petugas Penghubung untuk menghadirkan langsung anggota Partai Politik ke kantor KPU Kabupaten/Kota untuk dilakukan klarifikasi secara langsung jika terdapat keanggotaan parpol ganda. “Namun masalahnya apabila sampai verifikasi keanggotan berakhir petugas penghubung tidak mampu menghadirkan langsung anggota parpol yang dimaksud, tentunya akan menjadi pertanyaan bagaimana dengan status keanggotaan gandanya,”tuturnya.

Selanjutnya yang ke lima adalah pada Pasal 40 ayat (4), dimana Partai Politik yang tidak dapat menghadirkan langsung anggota Partai Politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, keanggotaan dimaksud dinyatakan tidak memenuhi syarat. “Menurut Rudia dalam hal ini seharusnya KPU bisa memanfaatkan teknologi informasi, mengingat adanya keterbatasan ruang dan waktu dalam menghadirkan anggota parpol secara langsung.

Yang terakhir adalah pada Pasal 142 yang mengatakan bahwa KPU memberikan akses pembacaan data Sipol kepada Bawaslu. Hal ini tentunya akan manjadi pertanyaan kembali sejauh mana wewenang pembacaan data Sipol yang dimaksud. Apakah sebatas pemberian data dari KPU ke Bawaslu atau Bawalu memilki akses masuk ke dalam SIPOL.

Selain itu ia juga menyayangkan karena akses pembacaan data sipol ini hanya sampai pada Bawaslu RI saja, tetapi Bawaslu Provinsi maupun Bawaslu Kabupaten/Kota tidak mendapatkan akses pembacaan data Sipol. Padahal mengingat terkait pelanggaran terhadap verifikasi parpol ini cukup banyak terjadi di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. 

“Hal ini juga bertentangan dengan Pasal 141 PKPU 4 Tahun 2022 dimana KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan Partai Politik calon peserta Pemilu menggunakan Sipol dalam melakukan pendaftaran, verifikasi, dan penetapan Partai Politik peserta Pemilu. Tetapi Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota tidak memilki akses apapun terhadap Sipol,”tandasnya

 

Berita & Photo : Humas Bawaslu Bangli