Lompat ke isi utama

Berita

Sidang Kode Etik Ketua KPU Karangasem

Sidang Kode Etik Ketua KPU Karangasem

Denpasar, Bawaslu Bali - Sidang yang dilaksanakan pada hari Selasa, 6 Oktober 2020 pukul 08.00 WITA bertempat di Ruang Sidang Bawaslu Provinsi Bali yang beralamat di Jalan Mohammad Yamin Nomor 17-19 Renon Denpasar menghadirkan pihak-pihak yang terlibat dalam Sidang Kode Etik Penyelenggara Pemilu antara lain:

Pengadu antara lain I Putu Gede Suastrawan, I nengah Putu Suardika, Diana Devi, I Kadek Puspa Jingga, dan I Nyoman Merta Dana yang merupakan Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Karangasem; Teradu adalah I Gede Krisna Adi Widana merupakan Ketua KPU Kabupaten Karangasem; dan Pihak Terkait yang hadir merupakan Anggota KPU kabupaten Karangasem dan I Gusti Putu Selat Bonika sebagai Panwaslu Kecamatan Kabupaten Karangasem. Majelis Pemeriksa dalam sidang kode etik kali ini dilakukan oleh Didik Supriyanto, Ketut Ariyani, A. A. Gede Raka Nakula, dan Ketut Udi Prayudi.

Sidang awal berlangsung terlebih dahulu dari penyampaian yang dilakukan oleh Teradu yang diwakili oleh Ketua Bawaslu Kabupaten Karangasem atas nama I Putu Gede Suastrawan. Dalam keterangannya disampaikan bahwa Ketua KPU Kabupaten Karangasem merangkap jabatan sebagai Pengurus Majelis Desa Adat. Teradu selain merangkap jabatan juga telah bertindak sebagai pihak yang menandatangani berkas pertemuan tatap muka dengan Gubernur Bali. Selain itu Teradu terbukti telah menerima honor sebagai Pengurus Majelis Desa Adat. Dalam pengakuannya, Pengadu pernah mengingatkan Teradu untuk selalu tunduk pada aturan-aturan terkait kode etik yang dalam hal ini adalah Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum Pasal 2, Pasal 5 ayat (2), dan Pasal 6. Tidak hanya itu saja, teradu juga terbukti telah melanggar ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi, dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota dalam Pasal 75 ayat (1) yang menyatakan bahwa: “Dalam melaksanakan tugasnya, anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota wajib berperilaku:

  1. tidak menjabat sebagai komisaris atau direksi pada suatu perseroan Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah atau perusahaan swasta;
  2. tidak menjabat sebagai pengurus, Dewan Pengarah, Dewan Kehormatan, Dewan Pembina atau sebutan lainnya pada struktur organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum atau tidak berbadan hukum selama menjadi anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota;
  3. tidak berprofesi sebagai dosen, guru/staf pengajar atau staf administrasi pada perguruan tinggi/lembaga pendidikan negeri atau swasta selama menjabat anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota;
  4. tidak menjadi narasumber dalam kegiatan: 1. Peserta Pemilu; dan/atau 2. Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Wakil Bupati, atau Calon Wali kota dan Wakil Wali Kota, tanpa adanya surat permintaan resmi dari Peserta Pemilu atau Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Wali kota dan Wakil Wali Kota, serta tanpa diputuskan dalam Rapat Pleno untuk menghadiri acara tersebut;
  5. tidak menghadiri pertemuan yang dapat menimbulkan kesan publik adanya ketidaknetralan sebagai Penyelenggara Pemilu;
  6. memperlakukan Peserta Pemilu dengan adil melalui ucapan, tindakan dan perbuatan sebagai Penyelenggara Pemilu; dan
  7. tidak melakukan pertemuan dengan Peserta Pemilu, tim kampanye di luar kantor Sekretariat Jenderal KPU, Sekretariat KPU Provinsi, dan Sekretariat KPU Kabupaten/Kota atau di luar kegiatan kedinasan lainnya.”

Sidang dilanjutkan dengan agenda mendengar keterangan dari Teradu yang pada pokoknya menyatakan bahwa Surat Keputusan Majelis Desa Adat yang masih mencantumkan nama Teradu memang ada, namun Teradu tidak mengetahui sebab dari masih adanya Surat Keputusan tersebut mengingat Teradu sudah mengundurkan diri dari kepengurusan Majelis Desa Adat. Selain itu juga Teradu tidak pernah menerima Surat Keputusan tersebut. Teradu kemudian menegaskan posisinya bukan sebagai Pengurus Majelis Desa Adat dengan membuat Surat Keterangan mengundurkan diri dari kepengurusan Majelis Desa Adat tertanggal 18 Agustus 2020. Dalam keterangannya Teradu mengaku bahwa segala hal mengenai surat dan penandatanganan dokumen tidak pernah melibatkan Teradu dan hal tersebut hanya dilakukan oleh Sekretariat Majelis Desa Adat. Perihal honorarium yang diterima oleh Teradu sebagaimana keterangan dari Pengadu, Teradu tidak pernah menerima karena honorarium tersebut diterima oleh Sekretariat Majelis Desa Adat.

Beralih kemudian ke proses tanya jawab yang dilakukan oleh Majelis Pemeriksa baik kepada Pengadu, Pengadu, maupun Pihak Terkait. Majelis Pemeriksa mulai melakukan pemeriksaan melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terkait dengan masa kepengurusan Teradu sebagai KPU Kabupaten Karangasem selama masa periode 2013 s.d. 2018 dan 2018 s.d. 2023. Pemeriksaan dilakukan dengan meyakinkan kembali apakah Teradu tahu mengenai namanya yang tercantum dalam SK Pengurus Majelis Desa Adat, apakah Teradu menerima atau tidak honorarium sebagai Pengurus Majelis Desa Adat, dan apakah Teradu mengetahui mengapa tanda tangan yang dibubuhkan pada undangan tatap muka dengan Gubernur Bali dan tanda tangan penerimaan honorarium memiliki kesamaan, jawaban Teradu masih sama bahwa Ia tidak mengetahuinya.

Agenda dilanjutkan dengan pemeriksaan yang masih dilakukan oleh Majelis Pemeriksa yang pada pokoknya menanyakan terkait dengan surat pengunduran diri yang berjumlah dua, satu di tanggal 23 Agustus 2017 dan satu lagi di tanggal 18 Agustus 2020, bahwa Teradu baru mendapatkan jawaban atas permohonan pengunduran diri sebagai Pengurus Majelis Desa Adat. Majelis Pemeriksan juga menanyakan terkait dengan proses penggantian dan/atau pengunduran diri sebagai Pengurus Majelis Desa Adat. Teradu menjawab bahwa Proses penggantian/pengunduran diri di lembahga yang dulu namanya Majelis Madya Pakraman kemudian diganti jadi Majelis Desa Adat ini rekrutmennya dilaksanakan lima tahun sekali melalui Paruman Agung. Bahwa pengunduran diri Teradu ini akan dalam Paruman Agung tersebut, sampai detik ini belum dibahas dalam Paruman Agung karena pelaksanaannya belum dilakukan. Teradu juga menambahkan bahwa Teradu tidak pernah melamar sebagai Pengurus Majelis Desa Adat, Teradu dipilih dan diajukan oleh masyarakat untuk jadi Pengurus Majelis Desa Adat.

Pengadu dalam keterangan yang didalami oleh Majelis Pemeriksa juga memberikan keterangan bahwa surat yang dibuat oleh I Wayan Putu Widyanata merupakan sebuah pernyataan lisan yang dilontarkan saat klarifikasi, yang kemudian Pengadu dalami. Pendalaman pemeriksaan kemudian berlanjut sampai dengan ke tahap tataran Majelis Desa Adat dan pengelompokan-pengelompokan pengurus dan anggota di dalamnya yang dilontarkan ke Pengadu dan Teradu.

Kemudian sidang pemeriksaan dilanjutkan dengan pertanyaan oleh Majelis Pemeriksa pada waktu akhir sidang pemeriksaan dilakukan kepada Teradu yang dalam pengakuannya tidak dapat melakukan apapun apabila tanda tangan milik Teradu digunakan dalam menandatangani surat. Teradu mengaku tidak tahu dan tidak melakukan apapun. Usai sidang pemeriksaan terhadap Pengadu dan Teradu dilakukan, dilanjutkan dengan dengar keterangan oleh Pihak Terkait yang merupakan Panwaslu Kecamatan Kabupaten Karangasem sebagai pihak yang mengetahui awal kejadian ini untuk kemudian melaporkannya ke Bawaslu Kabupaten Karangasem.

Sidang diakhiri pada pukul 12.00 WITA dengan agenda menyanyikan lagu padamu negeri.