Penyusunan Juknis Musyawarah Acara Cepat dalam Lanjutan FGD Penyusunan Juknis Perbawaslu Nomor 2 Tahun 2020
|
Denpasar, Bawaslu Provinsi Bali - Koordinator Divisi Penyelesain Sengketa Bawaslu Provinsi Bali I Ketut Sunadra mengikuti kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Petunjuk Teknis Perbawaslu Nomor 2 Tahun 2020, Rabu (24/6/2020). Turut hadir pula Kordiv Hukum, Humas Datin I Ketut Rudia, Kabag Penanganan Pelanggaran, Penyelesaian Sengketa Proses dan Hukum I Made Aji Swardhana, dan staf penyelesaian sengketa Bawaslu Provinsi Bali.
Pada FGD kali ini, pembahasan lebih difokuskan dalam merancang dan merumuskan draf juknis musyawarah acara cepat, atau Penyelesaian Sengketa Antarpeserta Pilkada (PSAP). Kegiatan ini menghadirkan dua orang narasumber, yakni Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil dan Pengamat Pemilu Ahsanul Minan dengan dihadiri oleh seluruh Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu se-Indonesia.
Pembukaan FGD sekaligus sambutan dan arahan disampaikan oleh Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu RI Rahmat Bagja. Dalam sambutannya, pria yang sering disapa dengan Bagja ini menyampaikan, “PSAP dengan Musyawarah acara cepat sebenarnya tidak diatur secara detail di Undang – Undang (UU) Pemilihan. Mengacu pada Pasal 142 UU No. 10 Tahun 2016, Sengketa Pemilihan terdiri atas (a) sengketa antarpeserta Pemilihan, dan (b) sengketa antara Peserta Pemilihan dan penyelenggara Pemilihan akibat dikeluarkannya Keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. Penyelesaian sengketa antarpeserta inilah yang disebut dengan penyelesaian sengketa antarpeserta melalui musyawarah acara cepat, atau PSAP”, ungkapnya.
Fadli Ramadhanil, menyampaikan, bahwa sengketa antarpeserta pemilihan merupakan bagian dari sengketa proses (tahapan) Pemilu, atau sengketa non hasil Pemilu/Pilkada. Dengan dimulainya kembali pelaksanaan tahapan lanjutan Pilkada Tahun 2020, penyusunan juknis PSAP dengan metode Musyawarah Acara Cepat ini menjadi penting untuk difinalisasi, untuk kemudian disosialisasikan kepada jajaran Bawaslu Provinsi ataupun Kabupaten/Kota, terutama jajaran Panwascam yang akan menerima mandat dalam PSAP. Menurutnya, tahapan yang berpotensi memicu sengketa antarpeserta akan sangat mungkin terjadi dalam waktu dekat. Misalnya pada proses verifikasi calon perseorangan, proses pemutakhiran data pemilih, pendaftaran bakal pasangan calon, ataupun pada pelaksanaan tahapan kampanye.
Penyelesaian sengketa antarpeserta (PSAP) Pemilihan dilaksanakan melalui musyawarah acara cepat terhadap peristiwa yang terjadi pada proses atau tahapan penyelenggaraan Pemilihan, sehingga jika tidak tertangani dengan baik potensial menimbulkan konflik atau sengketa, akibat ada hak peserta Pemilihan dirugikan secara langsung oleh peserta Pemilihan lainnya. Penyelesaian sengketa melalui musyawarah acara cepat ini dapat dilaksanakan oleh Panwas Kecamatan dengan surat mandat yang diberikan oleh Bawaslu Kabupaten/Kota. Sesuai dengan ketentuan Perbawaslu Nomor 2 Tahun 2020, Pasal 63 Ayat (1) dan (2), bahwa penyelesaian sengketa dengan musyawarah acara cepat dapat diselesaikan maksimal dalam jangka waktu 3 hari jika sengketa tidak memungkinkan untuk diselesaikan di hari yang sama saat permohonan diajukan oleh pemohon, baik akibat alasan kendala geografi fisik, kendala jaringan internet, dan sebagainya.
Narasumber lainnya, Ahsanul Minan menekankan terkait proses pemberian mandat untuk Panwaslu Kecamatan dalam hal menyelesaikan sengketa musyawarah acara cepat dipandang sangat perlu diatur secara lebih kongkrit dan jelas pada juknis PSAP Musyawarah Acara Cepat. “Karena dalam draf juknis maupun di perbawaslu belum ada pengaturan secara jelas. Menurut saya perlu diatur bagaimana SOP pemberian dan permintaan mandat. Apakah pemberiannya berbasis kasus atau berdasarkan tahapan dalam jangka waktu tertentu,”tuturnya.
Dinamika diskusi, melalui Tanya – Jawab dan usulan peserta FGD dan mendapat tanggapan dari para narasumber mengenai berkembangnya isu-isu seperti, perlunya fleksibelitas PSAP – Musyawarah Acara Cepat antarpeserta pemilihan diatur sedemikian rupa, menganut prinsip “what and how to do thing” sebagai mana ciri sebuah ketentuan Juknis, yang membedakannya dengan norma-norma yang terdapat dalam legislasi (UU) atau Regulasi (Perbawaslu). Di dalam juknis seyogyanya mengatur tentang adanya uraian yang bersifat deskriptif dan instuksional serta langkah-langkah PSAP – Musyawarah Acara Cepat yang dimulai dari penerimaan laporan/permohonan, syarat formil dan materiil permohonan, dan musyawarah acara cepat yang sekiranya Putusannya bisa dibuat dalam bentuk Berita Acara yang ditandatangani oleh Peserta yang bersengketa dan Panwascam sebagai penerima mandat PSAP, setelah melalui konsultasi Panwascam ke Bawaslu Kabupaten/Kota atau Provinsi. Berita Acara cukup dalam satu atau beberapa halaman, sehingga perlu ada template Putusan – Berita Acara PSAP- Musyawarah Acara Cepat. Mekanisme PSAP oleh Panwascam sesungguhnya diperuntukan bagi PSAP di lapangan terutama saat tahapan Kampanye, -selain sengketa proses dalam tahapan Pemilihan lainnya, merupakan forum sebagai kanalisasi konflik akibat adanya persepsi atau pemahaman yang tak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sengketa antarpeserta Pemilihan sering timbul justru dilakukan oleh pihak-pihak yang bukan bakal paslon atau pasangan calon atau bukan tim kampanye (Syarat Formil – mempunyai legal standing dalam PSAP), tetapi oleh para pendukung atau relawan yang tidak diatur dalam ketentuan UU atau Perbawaslu, sehingga PSAP – Musyawarah Acara Cepat nya menjadi tak dapat diselesaikan akibat syarat formil tak terpenuhi, namun akibat konflik antarpeserta maka jajaran Pengawas tetap dapat memberikan kontribusi nyata, sehingga pelaksanaan seluruh proses atau tahapan Pilkada dapat berlangsung aman dengan tetap berpegangan kepada ketentuan peraturan-perundangan.