Lompat ke isi utama

Berita

Parpol Dapat Menuntut Keadilan, Jika Merasa Dirugikan Kepentingannya dalam Proses Pemilu Ke Bawaslu Provinsi Bali

Parpol Dapat Menuntut Keadilan, Jika Merasa Dirugikan Kepentingannya dalam Proses Pemilu Ke Bawaslu Provinsi Bali

Denpasar, Bawaslu Provinsi Bali – Anggota Bawaslu Bali Kordiv Penyelesaian Sengketa Proses I Ketut Sunadra menyampaikan kepada partai politik calon pengusul Bakal Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Bangli Tahun 2020 untuk menyampaikan permohonan sengketa ke Bawaslu jika nantinya merasa dirugikan atas keputusan KPU setempat. Hal ini disampaikan Sunadra dalam kesempatannya menjadi narasumber dalam kegiatan Sosialisasi Sengketa Proses Pada Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bangli, Kamis (03/09/2020).

Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Provinsi Bali ini juga menekankan bahwa seluruh proses tahapan Pilkada Tahun 2020 harus menjadi perhatian kita bersama, dimulai dari tahapan pemutakhiran data dan daftar pemilih, pencalonan, masa kampanye, hingga nantinya sampai pada penetapan pasangan Bupati dan Wakil Bupati terpilih. “Jika nantinya ditemukan pelanggaran, -administrasi, pidana pemilihan, kode etik, atau pelanggaran lainnya-, selama proses tahapan Pilkada berlangsung, Bapak/Ibu dapat melaporkan kepada jajaran Bawaslu, termasuk didalamnya menuntut hak keadilan dengan pengajuan permohonan sengketa (proses) jika Bapak/Ibu merasa keberatan atas surat keputusan yang dikeluarkan oleh KPU setempat yang merugikan bakal pasangan calon atau pasangan calon yang diajukan ke KPU setempat. Jajaran Bawaslu Bangli sudah sangat siap memediasi sekiranya menerima permohonan penyelesaian sengketa proses, dan kami di Bawaslu Provinsi dan Pusat juga siap untuk turut mensupervisi jajaran kami”, ujar Sunadra.

Lebih lanjut Sunadra menjelaskan, sesuai ketentuan UU No. 10 Tahun 2016 permohonan sengketa pemilihan terbagi menjadi 2 (dua), yakni sengketa antara peserta pemilihan dengan penyelenggara (KPU setempat) dan sengketa antarpeserta pemilihan, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU, baik berupa Surat Keputusan atau Berita Acara. Mekanisme penyelesaian sengketa dimulai dari pengajuan permohonan, verifikasi syarat formil dan materiil, pelaksanaan mediasi melalui musyawarah tertutup dan terbuka, hingga putusan penyelesaian sengketa. Jangka waktu penyelesaian sengketa pemilihan adalah 12 (dua belas) hari kalender sejak permohonan sengketa diregistrasi hingga putusan.

Mantan Anggota KPU Kabupaten Badung periode 2003 – 2008 ini juga menyampaikan terkait peran Aplikasi SIPS (Sistem Informasi Penyelesaian Sengketa), terlebih di masa pandemic Covid-19 ini, dalam pengajuan permohonan sengketa ke Bawaslu dapat dilangsungkan secara online/daring. “Pengajuan permohonan penyelesaian sengketa melalui aplikasi SIPS ini telah sempat dilaksanakan sebelumnya, dan dalam kesempatan kali ini lebih bersifat penguatan kembali, sekaligus memantapkan pengenalan kami terkait peran SIPS dalam Penyelesaian Sengketa Proses dengan mengkombinasikan metode online dan offline (musyawarah langsung) dalam penyelesaiannya. Semoga SIPS yang sebelumnya juga sudah pernah kita praktikkan bersama cara pengoperasiannya pada 2 (dua) pertemuan yang lalu dapat bermanfaat bagi Bapak/Ibu”, tegas Sunadra.

Kegiatan Sosialisasi Sengketa Proses Pemilihan ini dihadiri oleh seluruh Komisioner Bawaslu Kabupaten Bangli beserta jajaran Staf Sekretariat Bawaslu Kabupaten Bangli dengan mengundang 7 (tujuh) partai politik peraih kursi legislatif pada Pemilu 2019 lalu di Kabupaten Bangli, yaitu : PDIP, Golkar, Nasdem, Gerindra, Hanura, Demokrat, dan PKPI. Selain itu, kegiatan ini juga menghadirkan narasumber lain, yakni Dr. Jimmy Z. Usfunan, SH.,MH yang merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana. Dalam pemaparannya, pria yang pernah tergabung dalam tim seleksi Anggota Bawaslu Provinsi Bali periode 2018 – 2023 ini banyak menyinggung terkait tugas Bawaslu dalam hal penanganan pelanggaran dan penyelesain sengketa Pilkada serta penafsiran terhadap adanya ketentuan pasal 71 UU Pilkada yang dilakukan oleh Pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah. Jimmy menjelaskan bahwa Pelanggaran Pasal 71 UU Pilkada, merupakan tindakan hukum atau tindakan nyata dalam Pilkada. Tindakan Hukum yang dimaksud adalah dengan mengeluarkan ketetapan atau melakukan tindakan administrasi yang berdasarkan wewenangnya menguntungkan atau merugikan salah satu calon. Tindakan ini tegas dilarang dalam Undang-Undang Pilkada dengan konsekuensi, pembatalan sebagai pasangan calon terpilih, pungkasnya.