Tindak Lanjut Rakernis Lombok, Bawaslu Bali Gelar Diskusi Penerapan Keadilan Restoratif
|
Denpasar, Bawaslu Bali – Menindaklanjuti arahan dari Bawaslu Republik Indonesia pada Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Penanganan Pelanggaran Pemilu 2024 yang diselenggarakan di Lombok, Bawaslu Provinsi Bali menyelenggarakan Rapat Penyelenggaraan Penanganan dan Penindakan Pelanggaran, jumat (27/5), bertempat di Kantor Sekretariat Bawaslu Provinsi Bali.
Hadir dalam kesempatan tersebut, Ketua Bawaslu Bali, Ketut Ariyani, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Bali, I Wayan Wirka, Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Bali, I Ketut Sunadra, Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali, Kompol I Wayan Sidin, Kasi Keamanan Negara, Ketertiban Umum, dan Tindak Pidana Umum Lainnya Kejaaksaan Tinggi Bali, I Bagus Putra Gede Agung, beserta Pengampu Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu se- Bali.
Wirka sebagai pengampu Divisi Penanganan Pelanggaran menuturkan bahwa diselenggarakannya Rapat kali ini adalah sebagai tindak lanjut dari Rakernis yang telah dilaksanakan di Lombok tempo hari, dimana dalam Rakernis tersebut, Bawaslu mengharapkan adanya penanganan pelanggaran Pemilu yang dapat berorientasi Keadilan Restoratif.
“Arahan kebijakan kita di Bawaslu nanti diharapkan mengedepankan Keadilan Restiratif. Untuk itu, hari ini kita akan berdiskusi terkait penerapan Keadilan Restoratif dalam Tindak Pidana Pemilu bersama teman – teman Kejati dan Polda Bali,” ujar Wirka.
Menimpali sambutan Wirka, Bagus Putra menuturkan bahwa Keadilan restorative ini merupakan sebuah upaya pendekatan yang bertujuan untuk membangun sistem peradilan Pidana yang peka tentang masalah korban.
Dalam hal ini, lanjut Bagus Putra, Tindak Pidana Pemilu tidak memiliki korban sebagai individu, korban dari Tindak Pidana Pemilu adalah Negara, diperlukan kajian lebih lanjut bagaimana keadilan restorative ini bisa diterapkan dalam Tindak Pidana Pemilu.
“Penerapan Keadilan Restoratif dalam Tindak Pidana Pemilu saya kira memang perlu dikaji lebih dalam, karena Keadilan Restoratif ini mengedepankan pemulihan korban, bukan tersangka. Jadi tindak Pidana Pemilu yang mungkin bisa ada Keadilan Restorasi adalah pengancaman dengan kekerasan untuk memilih atau tidak memilih pasangan calon tertentu,” jelas Bagus Putra.
Senada dengan Bagus Putra, Sidin menuturkan bahwa Tindak Pidana Pemilu berbeda dengan Tindak Pidana Konvensional, Keadilan Restoratif itu harus ada korbannya.
“Jika berbicara Pemilu merupakan ranah abu – abu. Keadilan Restoratif itu harus ada korban, siapa yang bisa mewakili negara sebagai korban dalam Tindak Pidana Pemilu? Apakah Bawaslu atau pihak lain, ini memang harus dikaji betul – betul,” pungkas Sidin.