Proteksi Desa Adat Dari Politik Praktis, Bawaslu Bali Gagas Gema Siwa Puja Bersama MDA Bali
|
Denpasar, Bawaslu Bali
Desa Adat memiliki peran vital dalam tatanan kehidupan masyarakat Bali. Dalam penyelenggaraan Pemilu atau Pemilihan, tidak jarang Desa Adat dijadikan subyek dalam praktek politik praktis. Guna mengantisipasi hal tersebut, Bawaslu Provinsi Bali melaksanakan Audensi dengan Majelis Desa Adat Provinsi Bali terkait dengan rencana pembuatan MOU dan Perjanjian Kerja Sama dalam program Gerakan Masyarakat Adat Terkoordinasi Awasi Pemilu Jaga Pilkada, yang disingkat dengan Gema Siwa Puja, Senin (9/8).
Dalam Audensi tersebut, hadir Ketua dan Anggota Bawaslu Provinsi Bali, Ketut Ariyani, I Ketut Rudia, dan I Ketut Sunadra, serta Kepala Sekretariat Bawaslu Bali, Ida Bagus Putu Adinatha yang juga didampingi oleh Jajaran Kepala Bagian Bawaslu Bali, I Wayan Rissiko dan Ni Luh Supri Cahayani.
Dari pihak Majelis Desa Adat Privinsi Bali, hadir Petajuh Bendesa Agung Bidang Kelembagaan, I Made Wena, Petajuh Bendesa Agung Bidang Hukum, Dewa Rai, Petajuh Penyarikan Agung, I Made Adi Negara, Nayaka Majelis Desa Adat Provinsi Bali, Gusti Ayu Diah Yuniti, Luh Anggreni, dan Ariyati Dewi. Selain dari pihak Bawaslu Bali dan Majelis Desa Adat Bali, turut hadir pula perwakilan dari Dinas Pemajuan Masyarakat Adat, I Putu Sutaryana.
Ariyani menuturkan dalam menyongsong Pemilu di tahun 2024, peran dari Desa Adat dapat dikatakan sangat vital, untuk itu pihak Bawaslu meminta dukungan dari Majelis Desa Adat untuk turut mensosialisasikan dan melaksanakan pengawasan partisipatif kepada masyarakat adat.
“Terkait dengan penyelenggaraan Pemilu di tahun 2024 nanti, kami menilai bahwa peran dari Desa Adat sangat vital, oleh sebab itu kami meminta dukungan dari Majelis Desa Adat untuk turut serta dalam mensosialisasikan dan melaksanakan pengawasan partisipatif kepada masyarakat adat,” tutur Ketua Bawaslu Bali tersebut.
Senada dengan Ariyani, Rudia mengibaratkan Desa Adat seolah “gadis cantik” dalam sebuah gelaran demokrasi, Desa Adat selalu menjadi target utama oleh pasangan calon maupun parpol untuk meraih dukungan suara.
“Dalam helatan demokrasi, kita bisa mengatakan bahwa Desa Adat tersebut diibaratkan sebagai gadis cantik yang menjadi target sasaran para pasangan calon maupun partai politik untuk meraih dukungan suara,” ujar Koordinatir Divisi Hukum, Humas, dan Data Informasi Bawaslu Bali itu.
Lebih lanjut, Rudia menuturkan di Bawaslu sendiri mengalami kendala terkait dengan penindakan pelanggaran yang melibatkan oknum Desa Adat, mengingat peran MDA dalam Desa Adat sangat vital. sebab itu Kerjasama ini dipandang perlu untuk dilakukan, sehingga kedepannya proses demokrasi berjalan sesuai dengan asas luberjurdil.
Disisi lain, Adinatha menjelaskan bahwa latar belakang dibentuknya Gema Siwa Puja ini adalah untuk memproteksi Desa Adat berjalan sesuai dengan fungsinya, tidak terkontaminasi dengan praktik – praktik politik praktis.
Menurut Adinatha, Audensi ini merupakan tahap awal dan akan dilanjutkan dengan penandatanganan perjanjian Kerjasama oleh pihak Bawaslu dan Majelis Desa Adat.
“Latar belakang dari Gema Siwa Puja ini adalah suah aksi untuk memproteksi Desa Adat agar tidak terkontaminasi dengan praktik – praktik politik praktis. Audensi ini sebagai Langkah awal untuk kemudian akan dilanjutkan dengan penandatanganan nota kesepahaman dan deklarasi,” pungkas penggagas Gema Siwa Puja tersebut.
Menjawab maksud dari Bawaslu, Wena menyampaikan Majelis Desa Adat sangat menyambut positip tujuan dibentuknya Gema Siwa Puja. Namun dirinya berpesan agar nantinya pelaksanaan pemilu nasional yang berasaskan luberjurdil jangan sampai mendegradasi pemilihan prajuru di lingkungan adat yang sudah memiliki asas tersendiri, sehingga eksistensi Desa Adat tetap terjaga.
“Kami dari MDA sangat welcome dan menyambut baik dengan audensi Gema Siwa Puja oleh Bawaslu, namun satu hal yang harus saya sampaikan, nantinya pelaksanaan pemilu nasional yang berasaskan luberjurdil jangan sampai mendegradasi pemilihan prajuru di lingkungan adat yang sudah memiliki asas tersendiri, sehingga eksistensi Desa Adat tetap terjaga,” tutur mantan Panwaslu Provinsi Bali Tahun 2012/2013 tersebut. *