Lompat ke isi utama

Berita

Pembahasan Lanjutan Kajian Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum terkait Penegakan Hukum sub kluster Penanganan Pelanggaran Pemilu

Pembahasan Lanjutan Kajian Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum terkait Penegakan Hukum sub kluster Penanganan Pelanggaran Pemilu

Denpasar - Bawaslu Provinsi Bali mengikuti pelaksanaan zoom meeting kegiatan daring Pembahasan Lanjutan Kajian Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum terkait Penegakan Hukum sub kluster Penanganan Pelanggaran Pemilu, Kamis (9/7)

Kegiatan yang di prakarsai oleh Bawaslu RI ini dihadiri oleh Kabag Hukum Bawaslu RI Agung Indraatmaja, Kasubag Analisis dan Dokumentasi Hukum Bawaslu RI Threes Angeline, Tenaga Ahli Bahctiar, Tim Asistensi, dan Staf Divisi Hukum Bawaslu RI dan diikuti oleh 8 Bawaslu Provinsi kluster Penanganan Pelanggaran Pemilu yang salah satunya adalah Bawaslu provinsi Bali yang diwakili oleh Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Provinsi Bali (I Wayan Wirka, S.H.) beserta Staf Hukum Bawaslu Provinsi Bali. Narasumber dalam kegiatan tersebut adalah Ibu dr. Sunny Ummul Firdaus dari Universitas Negeri Sebelas Maret dan Ibu dr. Vieta I Cornelis SH., M.Hum. dari Universitas Dr. Soetomo.

Kedua narasumber mereview kajian Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum terkait Penegakan Hukum sub kluster Penanganan Pelanggaran Pemilu yang telah dibuat oleh 8 bawaslu provinsi. Tenaga Ahli (dr. Bachtiar) menyampaikan arahannya dan pandangannya terkait kajian hukum yang telah dibuat “ada beberapa poin penting yang coba kita masukan sebagai isu-isu penting yang bisa kita usulkan dalam rangka redesign rancangan undang-undang pemilu dari versi bawaslu. Isu ini penting karena kadangkala dalam pelaksanaan tugas, wewenang dan kewajiban bawaslu hal ini menjadi hambatan dan menyebabkan tidak efektifnya tugas pengawasan dalam rangka mengawal pemilu yang demokratis.”

Dalam sesi diskusi, Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu Provinsi Bali (I Wayan Wirka, S.H.) menyampaikan “berkaitan dengan pemahaman kita di sentra gakkumdu terhadap ketentuan pidana yang ada di undang-undang pemilu. Ketentuan pidana ini sering ditafsirkan apakah ketentuan pidana itu masuk pidana formil atau materiil. Ini sering menjadi perdebatan antara unsur kepolisian, kejaksaan dan bawaslu terkait ketentuan pidana pemilu. Hal ini kiranya yang perlu dibuatkan kejelasan. Kemudian terkait dengan sentra gakkumdu, saya setuju dengan bapak TA bahwa sentra gakkumdu ini unsur-unsur di dalamnya harus di BKO kan di bawaslu. Apapun kesimpulan dari sentra gakkumdu merupakan hasil pleno dari bawaslu. Hal inilah yang perlu dirumuskan dalam rancangan undang-undang pemilu agar bawaslu mempunyai kewenangan untuk mengangkat jaksa penuntut umum maupun penyidik di sentra gakkumdu sebagaimana KPK”.

Wirka menambahkan “berkenaan dengan pelanggaran administrasi, saya sangat setuju dengan pendapat dr. Sunny terkait dengan hukum acaranya dimana perbawaslu sebagai hukum acara kita yang tentu mengatur secara rigid bagaimana kita melakukan upaya penanganan administrasi tersebut. Undang-undang mengatur secara umum saja, secara detail diatur di Perbawaslu. Apakah itu nanti output nya berupa putusan atau rekomendasi, tapi menurut saya lebih baik putusan karena mempunyai kekuatan yang mengikat.

Berkaitan dengan pelanggaran adminstrasi TSM, bahwa definisi TSM masih sumir. Pada pilkada money politic masuk ranah TSM tapi sangat sulit untuk membuktikan itu TSM atau tidak karena kita buktikan dulu unsur pidananya, sementara pembuktian pidana sulit pada sentra gakkumdu apalagi TSM nya. Ini barangkali yang perlu diperluas pemahaman TSM tidak sebatas politik uang saja”.